Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Deng Xiaoping, Sang Penentang Rezim Komunis Cina

Sebelum Deng Xiaoping menjadi pemimpin RRC, tentu kita tidak lupa tentang kepemimpinan Mao Zedong. Setelah keberhasilan Pelita I yang dipelopori oleh Liu Shaoqi, Deng Xiaoping dan kawan-kawan, Mao Zedong menghendaki sebuah penyederhanaan sistem administrasi dengan melibatkan kerja sama antara kader partai dan massa revolusioner.

Mao merasa bahwa sudah waktunya RRC menuju ke tahap berikutnya yaitu tahap komunisme. Oleh karena itu Mao mencetuskan “Lompatan Jauh ke Depan” di akhir tahun 1957. Namun pada pelaksanaannya banyak petani mengeluh. Petani merasa dipaksa untuk bergabung ke dalam komune-komune, banyak para petani yang kemudian mengalami keruntuhan dalam rumah tangga.

Selain itu pemerintah juga memindahkan petani dari keluarganya, layanan kesejahteraan sosial yang tidak layak, petani ditempatkan di barak-barak, jam kerja yang kadang melebihi 8 jam, upah kerja yang sangat minim, sementara kepemilikan pribadi seperti rumah, kebun untuk menanam sayur-mayur dan hewan peliharaan tidak diperbolehkan (Leo Agung, 2012: 46-48)

Gerakan Lompatan Jauh ke Depan memiliki dampak besar bahkan dimuat dalam surat kabar Kompas tanggal 10 September 1984 berjudul ”Program Mao menewaskan sedikitnya 10 juta penduduk”. Dituliskan bahwa selama masa kelaparan empat tahun tercatat lebih dari 10 juta penduduk RRC tewas. Sedangkan menurut G.C Chow dalam bukunya yang berjudul The Chinese Economy menjelaskan bahwa pada tahun 1958-1962 hasil industri ringan RRC menurun sekitar 21%, sedangkan hasil industri berat turun sebesar 23%.

Faktor lain juga diakibatkan karena renggangnya hubungan antara Cina dan Soviet ketika Soviet mengadakan invasi ke Afghanistan. Invasi ini menimbulkan rasa cemas bagi RRC  bahwa nanti Soviet akan melancarkan aksi yang sama. Sehingga mendorong RRC memutuskan hubungan dengan Uni Soviet. Akibatnya Uni Soviet melarang pengiriman barang dan menarik tenaga ahli ke RRC. Hal ini sangat berpengaruh pada produktifitas pabrik karena keahlian teknisi dari Uni Soviet belum bisa digantikan oleh teknisi Cina sendiri (Leo Agung, 2015: 64).

Pada 16 Mei 1966, Mao Zedong melakukan gerakan revolusi yang puncaknya pada 13 Mei Agustus 1966 yaitu “Revolusi Kebudayaan”. Walaupun dinamakan “Revolusi Kebudayaan” namun objek yang direvolusi tidak hanya sebatas kesenian tetapi seluruh aspek dan lembaga kemasyarakatan.

Revolusi ini menghapus adanya batasan kelas dalam masyarakat yang telah ada selama ratusan tahun. Revolusi Kebudayaan ini merupakan jawaban Mao atas timbulnya restorasi kapitalisme oleh Soviet pada 1956. Dalam waktu besar revolusi ini memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat Cina. Tidak terhitung banyak bangunan kuno, artefak, barang antik, buku dan lukisan dihancurkan. Setelah sepuluh tahun berlangsung, sistem pendidikan di Cina hancur secara perlahan. Ujian perguruan tinggi dibatalkan selama dekade tersebut, bahkan ribuan intelektual dikirim ke kampung halaman (Rico, 2015: 2).

Rakyat Cina kemudian melaporkan hak asasi mereka yang dirampas. Jutaan orang dipindahkan secara paksa, kaum muda di kota dipaksa tinggal di desa dan juga dipaksa mengabaikan segala standar pendidikan untuk mengajarkan propaganda Partai Komunis Cina. Salah satu visi Mao adalah “Lompatan Jauh ke Depan”. Dalam konsep, visi itu memang terlihat hebat, namun dalam prakteknya visi Mao dianggap terlalu khayalan bahkan para pejabat juga berpendapat demikian. Tahun 1958-1961 lebih dari 30 juta orang meninggal karena kelaparan akibat dari petani yang dipaksa bekerja lebih keras dan tidak sempat memetik hasil panen.

Setelah kegagalan ekonomi tersebut, Mao kemudian mundur dari jabatannya sebagai Presiden Cina. Kemudian ia digantikan oleh Liu Shaoqi yang dibantu oleh Deng Xiaoping (Rico, 2015: 2). Setelah Mao Zedong wafat pada September 1976, akhirnya Deng Xiaoping kembali dipanggil untuk mengimbangi kelompok empat sebagai ketua partai komunis. Bersama kelompoknya Deng Xiaoping melakukukan transformasi ekonomi menuju kapitalis. Hal inilah yang akan dibahas dalam makalah ini. Bagaimana seorang Deng Xiaoping mampu mengembalikan keadaan seperti semula setelah apa yang terjadi akibat kepemimpinan Mao.

Biografi Deng Xiaoping

Deng Xiaoping lahir di desa Paifangeun, utara Sichua. Keluarga Deng Xiaoping adalah keluarga yang kaya dan memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan. Keluarga Deng Xiaoping memiliki tradisi untuk menjadi pejabat negara. Ayah Deng Xiaoping, Deng Wenming, bergabung dengan Warlord yang berkuasa di utara Sichuan (Rico, 2015: 6). Bahkan ayahnya pernah belajar di Universitas Hukum dan Ilmu Politik yang terletak di Chengdu. Ibu Deng Xiaoping bernama Dan, namun ibunya meninggal dunia saat Deng masih kecil dan meninggalkan masing-maisng tiga saudara laki-laki dan perempuan.

Deng ingin membangun Cina dengan membuka pintu kepada Barat dan Jepang. Deng juga akan membuka bidang politik secara berangsur-angsur karena bidang ekonomi saja tidak cukup. Pengalaman paling pahit ketika Revolusi Kebudayaan. Deng dicopot, dihina, dan dibuang. Setelah Deng disingkirkan oleh Komplotan Empat, ia mulai mengadakan Empat Modernisasi. Deng membuang pendekatan yang ortodoks yang mengutamakan ideologi dan insentif moral kemudian diganti denagn pendekatan yang lebih liberal yaitu mengutamakan pragmatisme dan insentif materi. Ucapannnya yang sangat terjenak adalah “Tidak penting kucing itu berwarna putih atau hitam, kalau ia pandai menangkap tikus, itulah kucing yang baik” (Rico, 2015: 7)

Sepeninggal Mao, kubu Deng memperoleh kemenangan sehingga membuka jalan bagi kebijakan ekonomi-politik baru yang bercirikan dengan meninggalkan ekonomi yang terpusat dan ketat. Pemerintahan baru RRC dibawah kepemimpinan Deng Xiaoping melancarkan kritik terhadap pemikiran dan kebijakan ekonomi lama yang sangat identik dengan maosisme. Deng juga tipe orang yang siap berdebat dan sekaligus tokoh yang banyak melontarkan pemikirannya. Deng menganggap bahwa apa yang ditafsirkan oleh Mao merupakan Marxisme Ortodoxs (A. Zaenurrofik, 2008).

Tahun 1989, kepemimpinan otoriter Deng Xiaoping menghadapi pertentangan. Serangkaian demostrasi yang meluas di Lapanagan Tiananmen menutup pemerintahan selama kunjungan Perdana Menteri Soviet Mikhail Gorbachev. Setelah sekian lama ragu, Deng kemudian mendukung pemindahan pengunjuk rasa dengan paksa. Pada tanggal 3-4 Juni 1989, militer bergerak dalam kegelapan dan dalam  beberapa jam semuanya berakhir.

Meskipun media internasioanal hadir untuk kunjungan Gorbachev, mereka dilarang masuk ke dalam lapanagan. Diyakini bahwa ratusan bahkan ribuan demonstran tewas malam itu. Meskipun Deng menghadapi kritik besar diseluruh dunia atas pembantaian Lapangan Tiananmen, Deng masih terus berkuasa. Dengan penerapan perubahan lebih lanjut, ekonomi China tumbuh dan standar hidup meningkat di bawah pemerintahan otoriter yang berkomitmen pada pemerintahan satu partai. Deng dengan hati-hati memilih penggantinya di tahun terakhirnya. Pada 19 Februari 1997, Deng meninggal di Beijing pada usia 92 tahun (Biography.com, 2014)

Modernisasi Ekonomi Deng Xiaoping

Modernisasi Deng Xiaoping didorong oleh beberapa hal antara lain kegagalan strategi pembangunan ekonomi Mao Zedong, adanya perkembangan sistem ekonomi dunia dimulai dari banyaknya bantuan asing, adanya semangat kompetisi serta peranan pasar uang. Kemudian faktor pendorong ketiga yaitu adanya perubahan kepemimpinan karena di dalam PKC terdapat dua kubu yaitu kelompok Radikal Revolusioner dan Kelompok Pragmatis (Leo Agung, 2012: 62-70).

Deng Xiaoping kembali ke dalam pimpinan PKC pada tahun 1976. Langkah pertama yang dilakukan Deng Xiaoping yaitu mempersiapkan kerangka kekuasaan untuk menjalankan modernisasi ekonomi dilaksanakan tahun 1976-1980. Selama kurun waktu iti Deng Xiaoping telah melakukan berbagai kebijakan untuk dapat memperoleh landasan politik yang kuat. Berdasarkan struktur-struktur yang baru, badan daerah dan pimpinan industri diberi hak keputusan lebih besar serta industri berat ke pertanian dan industri ringan. Modernisasi di bidang pertama dalam program empat bidang modernisasi yaitu bidang pertanian, industri IPTEK dan pertahanan nasional (Global, 1980).

Untuk melancarkan modernisasi ekonomi, para pemimpin Cina menyadari pentingnya hubungan dengan negara lain. Sehingga, Cina berencana untuk melaksanakan politik pintu terbuka dengan maksud untuk menarik investasi asing. Hal ini diwujudkan dengan program pada rencana pembangunan 10 tahun mulai tahun 1976-1985 yang dicetuskan pada Februari 1978 dengan memperhatikan pengembangan pertanian daripada industri berat. Pada Didang Pleno Komite Sentral PKC ke-11 yang berlangsung pada Desember 1978, secara resmi RRC memutuskan akan melaksanakan modernisasi ekonomi serta menyatakan berakhirnya Revolusi Kebudayaan (Sukisman, 1993).

Dalam pelaksanaannya, RRC mengandalkan mekanisme pasar yang sejalan dengan perencanaan negara sebagai alat untuk merangsang produksi dan meningkatkan efisiensi. Berikut beberapa kebijaksanaan pembangunan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan modernisasi ekonomi:

  • Pembersihan besar-besaran pada lingkup kepemimpinan untuk menjamin para pejabat yang responsif dan kompeten dapat melakukan usaha pembangunan secara efektif.
  • Penciutan dan modernisasi angkatan bersenjata Cina.
  • Penghentian kecaman ideologis atas perubahan politik dan ekonomi.

Tugas itu mencakup revisi besar-besaran terhadap kepercayaan atas pemimpin, manajer dan ahli yang disingkirkan selama kampanye masa periode mao; memberikan kompensasi baru bagi kehandalan politik dalam mengelola dan mendorong kemajuan; memberikan peluang bagi pengurangab peranan partai dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi; membuka jalan untuk pemberian intensof demi mendorong produktivitas para pekerja; dan mengadakan pertukaran dengan negara Barat untuk memperoleh teknologi modern, kredit yang besar, bantuan luar negeri, investasi dan mengembangkan akses pasar (Leo Agung, 2012: 71-72).

Berkaitan dengan program modernisasi ekonomi, Deng Xiaoping memberlakukan sistem “One country, two system” yaitu sistem kapitalis dan sosialisme.Pada Sidang Pleno, Deng Xiaoping menegaskan bahwa kiat keberhasilan pembangunan ekonomi RRC adalah ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tidak bisa dipisahkan dari politik dan hukum. Maka dari itu Deng Xiaoping menekankan bahwa pelaksanaan modernisasi harus berpedoman agar tidak membahayakan ideologi komunisme, antara lain:

  • Menganut jalan sosialis dengan konsekuensi bahwa partai Komunis Cina harus memiliki kepemimpinan yang dapat menjadi penggerak dari segenap pekerjaan,
  • Menguasai keterampilan profesional, dalam arti bahwa para kader PKC disamping “merah” juga harus “ahli” dibidang masing-masing.
  • Di bidang pertanian prinsip “merah” dan “ahli” juga diberlakukan (Sukisman, 1993: 144-145).

Deng Xiaoping mengenalkan usaha-usaha pertanian baru yang dipropagandakan kepada masyarakat luas sebagai “Sistem Tanggung Jawab”. Di dalam sistem ini setiap keluarga petani tidak lagi bekerja sama dalam sebuah komune, melainkan mereka melakukan perjanjian dengan pemerintahan administratif setempat untuk mengerjakan sebidang tanah dan nantinya mereka akan mendapatkan keuntungan secara langsung. Sistem pertanian baru ini memperbolehkan setiap keluarga mengolah tanah sesuai kemauan mereka.

Perubahan lain yaitu dihapuskan monopoli negara, yang diawali dengan pengumuman pemerintahan pada 1 Januari 1985 bahwa pemerintahan RRC menegaskan kembali keputusan untuk menghapus pembelian hasil panen dengan sistem monopoli oleh negara Awalnya banyak kalangan yang khawatir dengan kebijakan baru ini mengingat perekonomian pasar RRC beleum melembaga (A.Zaenurrofik, 2008).

Menurut Majalah Far Eastern Economic Review tanggal 13 Desember 1984 dikutip dari Portal Partogi Nainggolan (1995) dijelaskan bahwa pokok dari sistem tanggung jawab adalah pengelolaan pertanian desa dipecahkan ke dalam satuan kecil yang terspesualisasi dan perjanjian antara satuan keluarga petani dengan peemrintah administratis setempat menyangkut luas tanah yang digarap, jumlah dan jenis tanaman serta jumlah sumbanagan yang harus dibayar kepada negara sebagai pembayaran atas kontraknya dan jika ada kelebihan produksi setelah membayar kontrak maka hasilnya dapat dijual kepada pasar bebas (Leo Agung, 2012: 73).

Deng memulai pendidikan di sekolah dasar swasta gaya China saat umur 5 tahun. Dua tahun kemudian Deng masuk ke sekolah dasar yang lebih modern. Tahun 1919 Deng lulus dari sekolah Chonqing. Deng bersama 80 temannya melakukan perjalanan kapal ke Prancis. Saat ditanyai ayahnya apa yang ingin Deng pelajari di Prancis, Deng dengan tegas menjawab dan mengulang perkataan gurunya bahwa Deng akan belajar pengetahuan dan kebenaran dari Barat untuk menyelamatkan China. Maka ayahnya mendukung sepenuh hati. Pada Desember 1920, kapal Andre Lyon tiba di Prancis. Deng menimba ilmu di sekolah menengah Bayeux dan Chatillon. Lalu tahun 1926 Deng pergi ke Uni Soviet untuk belajar di Universitas Sun Yat Sen Moskow (Kompas.com, 2020).

Deng Xiaoping seorang yang bertubuh kecil dan pendek tetapi ia tidak menaruh dendam atau agresif seperti kebanyakan orang pendek. Tindakannya berpedoman pada akal sehat. Di samping itu, ia pandai dan tajam sekali, suka menyindir, dan mempunyai kemauan seperti baja.

Saat Deng Xiaoping belajar di Prancis, kualitas kepemimpinannya mulai terlihat. Ia bergaul dengan Zhou Enlai dan kawan-kawan yang akhirnya menjadi tokoh komunis Cina. Deng kemudian menjadi pemimpin cabang Partai Komunis Cina ketika Zhou telah meninggalkan Paris.

Deng kemudian pergi ke Uni Soviet sebelum kembali ke Cina, bahkan disana ia tetap aktif dalam PKC. Deng menjadi seorang komisar komunis yang amat muda dan giat dalam aktivitas untuk menggulingkan pemerintah Kuomintang. Ketika komunis dikepung, Deng ikut hijrah dengan Tentara Merah dan melakukan long march. Deng Xiaoping merupakan salah satu komandan perang yang peranannya penting dalam mengalahkan Kuomintang. Meskipun tubuhnya kecil, namun ia tetap bisa mengalahkan banyak jenderal Kuomintang. Deng yang beroperasi di wilayah selatan Cina adalah komandan favorit Mao. Dengan kepopularitasan Deng membuat Deng Xiaoping dianggap layak sebagai penerus Mao untuk memimpin PKC dan Cina (Rico, 2015: 7)

Menurut Bonavia tahun 1950, Deng masih seorang Marxis-Leinis dan menyokong kebijaksanaan Mao dalam pembentukan komune. Setelah melihat kegagalan Mao pada Lompatan Jauh ke Depan, Deng kemudian kritis terhadap Mao. Akibatnya ia bersama Liu Shaoqi dianggap sebagai “revisionis”, Deng mengatakan bahwa terbelakangnya Cina akibat dari ajaran Mao yang salah.

Pendapatan petani meningkat secara tajam, bahkan ada petani yang lebih kaya dari pada lainnya. output pertanian di pedesaan meningkat sebesar 6,6 % setahun. Jika dilihat dari 1982, sektor pertanian mencatat kenaikan 12 % dibandingkan sebelumnya. Sementara produksi gandum naik sebesar 14,7 % dan kapas meningkat 21,3 %. Output sektor pertanian lain seperti kacang, kedelai, jagung juga sangat besar sehingga dapat dialihkan menjadi komoditas ekspor (Rico dkk, 2015: 11).

Gerak modernisasi bidang pertanian semakin jelas arahnya ketika Sidang Pleno ke-3 Komite Sentral PKC XII pada 20 Oktober 1984 membicarakan penghapusan monopoli negara dan diberlakukannya mekanisme pasar. Kekuatan pasar nantinya berhak untuk menetapkan harga. Sejak dihapuskannya monopoli negara, berarti badan usaha perusahaan milik negara bukan satu-satunya pelaku ekonomi. Di Cina dibedakan antara perusahaan milik negara (guoyou qiye), perusahaan milik kolektif (jiti qiye), perusahaan milik individu (geti qiye), dan kategori ekonomi lainnya (qita jingji leixing qiye). Perusahaan milik negara bisa berada di tingkat pusat, provinsi, kabupaten atau kecamatan dan pada umumnya tersebar di perkotaan (Rico.dkk, 2015: 8-9).

Pada 1984, modernisasi dilanjutkan ke bidang kedua dari empat bidang modernisasi yang dicanankan yaitu bidang industri. Hal ini ditetapkan pada Sidang Pleno Komite Sentral PKC ke XII pada 20 Oktober 1984 menyatakan mengenai perombakan sektor ekonomi modern. Perbaikan gaji dilakukan pada tahun 1985. Instalasi pemerintahan tidak diperkennkan mengelola dan mengoperasikan kegiatan bisnis. Mereka diperkenankan sebagai penjelas arah perekonomian nasional. pengaturan harga produksi ditentuka oleh negara yang didistribusikan kepada perusahan dengan menyesuaikan mekanisme pasar. Selain itu, pemerintah RRC juga memberikan prioritas tinggi kepada usaha-usaha kecil dan menengah yang umumnya bergerak di industri kebutuhan rumah tangga (Leo Agung, 2012: 74).

Modernisasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada dasarnya untuk mendukung kelancaran dan kesuksesan dari gerak modernisasi ekonomi. Materi Kurikulum sekolah diperluas dengan menambah berbagai disiplin keilmuan penghafalan doktrin Maoisme. Di sektor pertahanan nasional, pembaharuan dimulai dari pasukan Tentara Pembebasan Rakyat. Cina memiliki jumlah tentara yang terbesar di dunia dari segi kuantitasnya oleh Deng Xiaoping dilakukan pengurangan pasukan. Alasannya adalah sebagai berikut:

Dengan pasukan besar akan menyerap dana anggaran yang banyak, sehingga pengurangan tentara akan memperkecil anggaran sehingga dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan modernisasi ekonomi.

Pasukan RRC yang besar akan menimbulkan berbagai kekhawatiran bagi negara lain, khusus negara tetangga, sebagai bahaya yang senantiasa perlu diwaspadai (Leo Agung, 2012: 75).

Selain itu para perancang militer Cina menyadari pentingnya modernissasi militer yang mencakup peralatan tempur baik itu darat, udara atau laut. Modernisasi pertahanan dilakukan melalui dua jalur yaitu melalui alih teknologi yang diambil dari Barat yang dapat digunakan untuk mengembangkan persenjataan militer Cina dan melalui peningkatan dan melalui peningkatan penelitian dan pengembangan bidang militer (Leeo Agung, 2012: 75).

Untuk mendorong modernisasi ekonomi, RRC melakukan “politik pintu terbuka”. Empat wilayah di RRC, yaitu Shenzen, Shuhai, Shantou, dan Xiamen mulai dibuka sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Sedangkan 14 kota di sepanjang pantai seperti Shanghai, Dalian, Qinghuangdao, Tianjing, Yantai, Qindao, Lianyungang, naton, Wenzhou, Fungzhau, Shangjing, Deihai dan Pulau Hainan ditetapkan sebagai “kota bebas, yang setaraf kedudukannya dengan kawasan ekonomi khusus”. Badan usaha milik swasta diijinkan beroperasi dan kebijakan pintu terbuka membuat kota-kota di Cina menjadi kawasan ekonomi luar biasa. Kebijakan ekonomi Deng Xiaoping juga membawa efek jangka panjang sehingga pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun meningkat (Rico.dkk, 2015: 9).

Berikut beberapa tujuan politik pintu terbuka Cina:

  • Menarik investasi asing ke Cina.
  • Menarik masuknya teknologi asing (Barat).
  • Menarik masuknya metode manajemen asing yang efektif dan efisien.
  • Pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja Cina.
  • Mendorong berkembangnya enterpreneurship lokal yang ada di kawasan SEZs.
  • Meningkatkan devisa lewat investasi asing.
  • Memulihkan citra nama RRC di dunia Internasional (Surya, November 1990: 4).

Deng Xiaoping dengan membawa gagasan “sistem ekonomi sosialis pasar” cenderung menjalankan strategi Yangwei Zhongyong (mengandalkan kemampuan luar negeri untuk kepentingan dalam negeri RRC). Dalam hal ini Deng Xiaoping melihat hubungan baik dan kerjasama dengan AS dan negara Barat lainnya sebagai landasan untuk mewujudkan cita-cita “Cina yang modern dan kuat”.

Tujuan demikian tertuang kedalam kebijaksanaan Sige Xiandaihua (empat modernisasi) dan Kaifangzhengzi (politik pintu terbuka). Deng Xiaoping mengubah sistem perekonomian menjadi sistem kapitalis. Komune dibubarkan, “periuk nasi besi” dihancurkan, perusahaan milik negara diprivatisasikan, pengusaha swasta diberi angin, investor asing diberi insentif tinggi, pasar saham diijinkan, dan sebagainya (Kuneng, 2012).

Akhir Pemerintahan Deng Xiaoping

Kebijakan ekonomi sosialis yang diterapkan deng Xiaoping dengan menggunakan mekanisme ekonomi pasar merupakan bagian dari strategi menyilangkan antara sosialisme dengan kapitalisme. Sosialisme bagi Deng bukan sosialisme yang berdiri di atas negara yang masih memperjuangkan kondisi perekonomiannya, namun lebih kepada kesiapan ekonomi yang sudah dicapai untuk mewujudkan masyarakat sosialis sesungguhnya. Dampak yang diakibatkan oleh kebijakan ekonomi Deng Xiaoping selama Reformasi Ekonomi dapat dirangkum antara lain:

  • Mengganti model pembangunan lama yang lebih efektif.
  • Pemberlakuan politik pintu terbuka dan mekanisme ekonomi pasar.
  • Melemahnya stabilitas internal PKC.
  • Muncul pandangan baru mengenai liberalisme antara lain adanya gerakan pro demokrasi, aksi siswa dan mahasiswa, kontra terhadap pemerintah dan sebagainya.
  • Pecahnya Peristiwa Tiananmen 1989.

Pencapaian yang diperoleh RRC pada tahun 1988 menimbulkan fase baru yaitu adanya inflasi tinggi, pertumbuhan sektor industri yang terlalu cepat serta kekurangan produksi pangan bagi masyarakat. Hal ini karena pemerintah tidak mampu menyeseuaikan diri dengan perkembangan baru tersebut. Kondisi internal partai yang juga menimbulkan pendapat antar kelompok menjadi salah satu penyebab macetnya pelaksanaan Reformasi Ekonomi. Pelaksanaan Reformais RRC berujung pada reformasi politik justru menimbulkan krisis ekonomi serta pemberontakan yaitu Peristiwa Taiananmen 1989. Aksi pemberontakan ini muncul oleh para demonstran di Lapangan Tiananmen dan mencapai puncaknya pada kematian Hu Yaobang, mantan Sekjen PKC, pada April 1989 dan berlanjut dengan tuntutan pemerintah harus melakukan pembaruan politik (Kompas, 1989: 1).

Mahasiswa yang berawal dari beberapa universitas seperti Universitas Beijing, Nankai, Tianjin, dan Shanghai mengusung potret Hu Yaobang sebagai seorang reformis yang diturunkan jabatannya pada 1987 karena keradikalannya. Aksi demontrasi mahasiswa tersebut dianggap sebagai sebuah pemberontakan pada partai bagi para petinggi partai seperti Deng Xiaoping. Hal ini menjadikan Deng turun tangan dengan memberlakukan darurat militer untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan mahasiswa kepada partai. Pemberontakan tersebut dianggap Deng sebagai penghambat jalannya Reformasi Ekonomi dan menyebabkan krisis ekonomi RRC.

Menurut Tirto.id pada 17 April, ribuan mahasiswa Universitas Peking dan Tsinghua memadati Tiananmen. Dalam catatan Dingxin Zhao di buku The Power of Tiananmen: State-Society Relations and he 1989 Beijing Student Movement (2001), mereka menuntut pemerintah untuk:

  • Mengakui kebenaran demokrasi dan kebebasan ala Hu.
  • Mengakui kesalahan kampanye melawan liberalisasi borjuis dan “polusi spiritual”.
  • Mempublikasikan gaji para pemimpin dan anggota keluarganya.
  • Mengizinkan berdirinya koran swasta dan menghentikan sensor media.
  • Menaikkan anggaran pendidikan dan gaji akademisi.
  • Penghentian pelarangan demonstrasi di Beijing.
  • Peliputan yang objektif mengenai gerakan mahasiswa.

Dalam beberapa hari berikutnya mereka mulai pendudukan Tiananmen. Kekerasan oleh anggota kepolisian yang berniat membubarkan aksi justru membuat mahasiswa dari kampus lain,yang sebelumnya apolitis turut bergabung. Kurang lebih 100.000 mahasiswa di Tiananmen pada 22 April atau di hari pemakaman Hu, federasi mahasiswa dibentuk. Massa aksi mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari kalangan buruh pabrik. Mereka ingin pemerintah memusnahkan praktik korupsi dan nepotisme, memperbaiki ekonomi yang ditimpa inflasi dan ketimpangan ekstrim, emmbuka keran partisipasi politik, menjunjung akuntabilitas negara, serta menghirmati kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.

Pada 13 Mei, dua hari sebelum kunjungan pimpinan Soviet Mikhail Gorbachev, massa aksi memulai mogok makan. Tujuannya agar lebih menekan pemerintah. Simpati datang, jumlah demontstran melonjak ke angka 300.000. negoisasi dengan pemerintah buntu. Rezim Deng jesal sebab massa tidak mau membubarkan diri. Kubu kiri-konservatif akhirnya mampu meyakinkan elite lain bahwa proses di Tiananmen adalah ancaman nyata bagi sistem politik dan ideologi RRC. Pada 20 Mei, pemerintah Cina akhirnya mendeklarasikan darurat militer. Mereka memobilisasi 300.000 pasukan ke Beijing. Hingga awal Juni situasi ibu kota semakin mencekam. Kerusuhan kecil bahkan kontak fisik antara massa aksi dengan tentara sering terjadi.

Malam tanggal 3 Juni elite PKC dan pemimpin militer RRC bertemu untuk merampungkan pembersihan Tiananmen. Tentara boleh menembak sebagai upaya pertahanan diri. Besoknya tanggal 4 Juni 1989, senjata api benar meletus. Korban pertama jatuh di persimpangan Wukesong, 10 km dari Tiananmen. Timothy Brook menarasikan secara detail perihal pertumpahan dara di Tiananmen dalam bukunya, Quelling the People: The Military Suppression of the Beijing Democracy Movement (1998). Gerombolan demonstran diberondong senajat otomatis laras panjang. Korban meninggal mulai berjatuhan. Orang-orang berusaha kabur tetapi tetap terkena tembakan dibagian punggung.

Pertahanan diri memakai bom molotov, kayu, dan batu hanya sia-sia karena mereka menggunakan kendaraan tempur lapis baja. Penembangan mahasiswa terjadi dari pagi sampai sore. Tentara mendesak para aksi di Tiananmen untuk me inggalkan tempat. Baru pada sore hari perintah dipatuhi, tetapi bagi mereka yang tetap bandel dihujani pukulan atau ditangkap. Keesokan harinya, Tiananmen sudah dalam kontrol pemerintah. Warga sipil yang mencoba merebut dihalangi oleh tentara. Sebagaian dituduh melakukan kerusuhan kembali dihantam timah panas. Tank didatangkan untuk menyampaikan pesan kepaa orang bahwa pengamanan oleh di Tianananmen bukan seperti gertak sambal.

Korban meninggal bukan hanya mahasiswa, namun juga profesor universitas, pejabat lokal, pekerja, pengusaha swasta, pensiunan, dan yang paling muda adalah anak sekolah berusia 9 tahun. Hingga kini tidak ada jumlah yang pasti etrkait jumlah korban meninggal, tetapi pemerintah hanya memberi perkiraan sekitar 300 oranh meliputi warga sispil, tentara dan mahasiswa. Data pemerintah Amerika Serikat yang dibuka tahun 2014 menyebut ada 10.454 kematian dan 40.000 korban luka. Arsip pemerintah Inggris yang dipublikan pada Desember 2017 menyertakan keterangan Alan Ewen Donald, dubes Inggris untuk Cina periode 1988-1991, mengatakan bahwa pada tahun 1989 ada seorang pejabat Cina yang memperkirakan korban tewas sipil sekitar 10.000 sebagaimana dilaporkan Independent.

Sementara Time mengutip pernyataan Palang Merah Cina memberikan keterangan perkiraan korban tewas sebanyak 2.600 orang hanya di tanggal 4 Juni. Pada 21 Juni 1989, New York Times melaporkan setidaknya ada selusin tentara dan polisi yang tewas dan korban sipil sekitar 400-800 orang. Smnesty Internasional memperkirakan angka tewas mencapai ratusan-ribuan orang. Terjadi gelombang penangkapan, pemenjaraan dan pengasingan aktivis pro-demokrasi usai tragedi Tiananmen. Mereka yang dituduh menjadi biang kekerasan diburu, ditangkap lalu dieksekusi. Pejabat negara yang dituduh mendukung demonstrasi ditahan, diturunkan pangkat atau dipecat. Komunitas internasional beramai-ramai mengecam, meski Deng memilih untuk menutup telinga. Dampak secara nyata adalah datangnya sanksi ekonomi serta embargo senjata dari Barat (Akhmad, 2018: Tirto.id)

Insiden yang bermula karena dipicu kematian Hu Yaobang, sekertaris jendral Partai komunis yang mengundurkan diri. Hu dipandang sebagai sosok liberal dan dipaksa mengundurkan diri dari posisinya oleh Deng Xiaoping. Akibat penyingkiran Hu Yaobang dianggap oleh para demonstran sebagai perlakuan tidak adil ini semakin memperparah keadaan (CNN Indonesia, 2019). Akhirnya Deng Xiaoping pensiun pada tahun 1989 kareba kontroversi seputar penumpasan demonstrasi di Lapangan Tiananmen. Tahun 1990, Deng mengundurkan diri dari semua jabatan politiknya karena sakit hingga kemudian wafat pada 19 Februari 1997 pada usia 92 tahun dan ia dianggap sebagai pemimpin yang paling berpengarub di Cina (Rizem, Aizid, 2013)

Referensi:

Agung, L. (2012). Sejarah Asia Timur 2. Yogyakarta: Ombak.

Anggraeni, F. (2015). Partai Komunis Cina (PKC) di Bawah Rezim Deng Xiaoping pada 1976-1989. Jurnal Historica: Skripsi.

Araaa28. (2020, Januari -). Deng Xiaoping. Retrieved from Wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Deng_Xiaoping

Bagus, I. (2012). Dampak Open Door Policy yang Diterapkan Deng Xiaoping terkait Peningkatan Sektor Industri Cina Pasca 1978. Jurnal Hubungan Internasional Vol. 1 No. 1.

Biography.com. (2014, Juni 27). BIOGRAPHY: Deng Xiaoping Biography (1904-1997). Retrieved from The Biography.com : https://www.biography.com/political-figure/deng-xiaoping

Fadillah, R. (2018, Februari 16). Jika tak ada Deng Xiaoping, China mungkin jadi negara miskin terbelakang. Retrieved from merdeka.com: https://m.merdeka.com/uang/jika-tak-ada-deng-xiaoping-china-mungkin-jadi-negara-miskin-terbelakang.html

Firmansyah, D. R. (2018, Desember 18). Matinya Komunis China pada masa pemerintahan Deng Xiaoping. Retrieved from kompasiana.com: https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/davitrizalfirmansyah/5c1917956ddcae58913a88c2/matinya-komunis-china-pada-masa-pemerintahan-deng-xiaoping

Hasan, A. M. (2018, April 15). Asa Demokrasi Cona yang Lumat di Lapangan Tiananmen. Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/asa-demokrasi-cina-yang-lumat-di-lapangan-tiananmen-cHFP

Hasan, A. M. (2018, Februari 2018). Deng Xiaoping, Pemimpin yang Membunuh Komunis Cina. Retrieved from tirto.id: https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/deng-xiaoping-pemimpin-yang-membunuh-komunisme-cina-cESD Iswara, A. J. (2020, Maret 24). [Biografi Tokoh Dunia] Deng Xiaoping, Arsitek Perekonomian China. Retrieved from Kompas.com:


Posting Komentar untuk "Deng Xiaoping, Sang Penentang Rezim Komunis Cina"