Perjalanan Tiongkok Menjadi Negara dengan Pendapatan Industri Terbesar di Dunia
Ilustrasi: Sejarahkita.com |
Oleh: Fastabiqul Hakim
Republik Rakyat Tiongkok menjadi negara dengan populasi penduduk paling banyak di dunia. Penduduknya pun bahkan melebihi satu milyar jiwa. Wilayah teritorialnya juga cukup luas yang juga sampai meliputi wilayah Tibet dan Manchuria. Dilihat dari ciri-ciri tersebut, Tiongkok merupakan negara yang besar.
Namun, keunggulan Tiongkok tidak hanya pada jumlah penduduk dan geografinya, melainkan juga pada sektor ekonominya. Tiongkok bisa kita lihat sekarang ini, menjadi salah satu negara dengan pendapatan yang sangat luar biasa. Menurut data IMF, pada tahun 2019 Tiongkok memiliki Produk Domestik Bruto sebesar US$14,14 triliun, terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Kemajuan ekonomi Tiongkok ini salah satunya didorong oleh perdagangan internasional yang besar. Dari sektor perdagangan, Tiongkok mampu melakukan kegiatan ekspor yang cukup besar. Pendapatan yang didapat dari aktivitas ekspor ini bahkan mendapat posisi pertama di dunia pada tahun 2018. Saat itu dari data WTO, Tiongkok mengekspor 16,2% dari seluruh total kegiatan ekspor dunia, yang diikuti oleh Uni Eropa pada posisi kedua, dan Amerika Serikat di posisi ketiga.
Ekonomi Tiongkok yang luar biasa tersebut tidak terlepas dari peran sektor industri. Tiongkok saat ini menjadi negara dengan hasil produksi terbesar di dunia. Menurut data di brookings.edu, Tiongkok berada di peringkat pertama negara dengan hasil produksi terbesar di dunia. Tiongkok memiliki hasil produksi yang mencapai US$2.010 milyar atau sebesar 20% dari total seluruh hasil produksi di dunia.
Hal tersebut dapat mudah untuk dibuktikan dengan banyaknya produk-produk yang bertuliskan Made in Tiongkok atau dalam bahasa Indonesia memiliki arti “Dibuat di Tiongkok”. Bahkan produk-produk hasil buatan Tiongkok ini dapat ditemukan di berbagai dunia. Mulai dari produk kecil, seperti mainan anak-anak dan perabotan rumah tangga sampai ke produk elektronik dan otomotif, semua kebanyakan merupakan hasil produksi Tiongkok.
Industri di Tiongkok ini sangat berkembang dengan pesat. Di dorong juga dengan banyaknya investasi di Tiongkok. Perusahaan-perusahaan besar di dunia seperti Apple, Microsoft, Google, dan Samsung pun membangun pabrik dan memproduksi produknya di Tiongkok. Produksi Tiongkok menjadi semakin besar dan semuanya juga sukses di pasar internasional.
Industri Tiongkok pada Masa Pemerintahan Mao Zedong
Mao Zedong, merupakan pendiri sekaligus pemimpin pertama dari Partai Komunis Tiongkok. Ia memulai masa pemerintahannya pada tanggal 1 Oktober 1949. Pada awal pemerintahannya ini, Mao bertujuan untuk memodernisasikan Tiongkok.
Ketua partai Mao dan perdana menteri negara bagian Zhou Enlai melakukan perjalanan ke Moskow pada awal 1950 untuk menegosiasikan perjanjian persahabatan dan untuk mengamankan bantuan Soviet dalam modernisasi Tiongkok. Akibatnya, 20.000 anak muda Tiongkok pergi ke Uni Soviet untuk pelatihan, dan Soviet mengirim 10.000 ilmuwan dan insinyur ke Tiongkok untuk memberikan bantuan teknis dan saran dalam pembangunan jalan, bendungan, jembatan, dan pabrik baru. (Ropp, 2010: 136)
Kebijakan Mao selanjutnya yaitu, setiap orang di Tiongkok saat itu dikelompokkan menjadi bagian dari "unit kerja" (danwei). Pabrik, sekolah, perusahaan perdagangan, desa, dan peternakan semuanya diorganisir menjadi unit kerja, dan setiap unit kerja berada di bawah pengawasan Partai Komunis. Unit kerja mengontrol setiap aspek kehidupan seseorang: gaji, perumahan, perawatan medis, dan sebagainya. Tidak ada yang bisa pindah, berganti pekerjaan, atau menempuh jarak berapa pun tanpa izin dari unit kerja. Dengan demikian, Partai Komunis Tiongkok menjalankan kontrol atas kehidupan orang-orang yang tidak pernah terbayangkan di bawah kaisar terkuat di masa lalu. (Ropp, 2010: 139)
Mao kemudian menyerukan Kampanye Anti-Rightis dengan mengirim 400.000 hingga 700.000 intelektual ke kamp kerja paksa, mengakhiri karier mereka dan merampok banyak kaum berpendidikan negara terbaik. Pada saat yang sama ketika dia menyerang para intelektual, Mao menjadi tidak sabar dengan kekurangan dalam perekonomian. Pada tahun 1958, dia menyerukan kampanye ekonomi baru secara besar-besaran.
Memimpin sebagian besar ekonomi pertanian, pemerintah harus membiayai industrialisasi dengan mengekstraksi setiap kemungkinan surplus dari produksi pertanian. Beberapa surplus dicapai pada awal 1950an dengan memulihkan perdamaian, kolektivisasi, dan merebut kembali tanah baru. Tetapi ekonomi tidak tumbuh cukup cepat untuk memuaskan Mao, dan dia terganggu oleh apa yang dia lihat sebagai kesenjangan yang tumbuh antara ekonomi industri perkotaan dan ekonomi pertanian pedesaan. (Ropp, 2010: 140)
Karena itu, pada tahun 1958 Mao mengumumkan kampanye baru, Lompatan Jauh ke Depan, yang dia janjikan akan meluncurkan Tiongkok ke jajaran terdepan dunia industri dalam beberapa tahun. Partai Komunis
Tiongkok bergerak untuk mengumpulkan pertanian sepenuhnya, menghapus semua plot pribadi, dan menyerukan industrialisasi pedesaan oleh para petani sendiri. Kader pedesaan memobilisasi petani pada bulanbulan musim dingin untuk membangun bendungan, jalan, saluran irigasi, dan lapangan bertingkat. Mereka mengarahkan para petani untuk membuat mesin mereka sendiri, untuk melebur baja di tungku halaman belakang mereka sendiri — untuk mengindustrialisasi negara dari bawah ke atas sekaligus. Gerakan ini memiliki target/tujuan yang terdiri dari:
- menyaingi produksi besi Amerika Serikat dalam waktu 8 tahun,
- menyaingi industri berat Inggris dalam waktu 15 tahun,
- mendahului Uni Soviet memiliki pengalaman dalam pembangunan sosialis terencana dan memiliki modal, ilmu dan teknologi dalam mewujudkan masyarakat komunis melalui semangat Mao dan tenaga kerja yang besar. (Agung, 2012 : 47)
Namun gerakan ini sepenuhnya mengalami kegagalan. Gerakan ini tidak realistis dan terkesan terlalu tergesa-gesa. Produksi industri tidak dapat terpenuhi karena kurangnya tenaga ahli dan buruh-buruh yang berpengalaman. Akibatnya banyak rakyat yang menderita dan mengalami kelaparan. Perencanaan yang kurang matang dan tidak realistis ini membuat Gerakan Lompatan Jauh ke Depan gagal.
Dapat dilihat di masa pemerintahan Mao Zedong, Tiongkok sudah memiliki ambisi dalam sektor industri. Tenaga kerja yang banyak ternyata tidak dapat mendukung dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan Mao. Produksi besar-besaran pun hanya membuat rakyat kelaparan dan menderita. Namun, ini yang menjadi awal dari perkembangan industri di Tiongkok.
Industri Tiongkok pada Masa Pemerintahan Deng Xiaoping
Sepeninggalnya Mao Zedong pada tanggal Deng Xiaoping menjadi tokoh penting dalam memelopori pembaharuan Ekonomi RRT. Deng Xiaoping berprinsip komunis, namun dalam menjalankan pembaharuan ekonomi menerapkan kebijakan yang mengarah pada prinsip-prinsip Liberal. Kehadiran Deng Xiaoping memperbaiki segala sistem yang terbengkalai masa kepemimpinan Mao Zedong. Deng kembali diberikan posisi sebagai wakil perdana menteri tahun 1973, karena Xiaoping dianggap sebagai agen perubahan bagi kemajuan perekonomian Tiongkok. Sepeninggal Mao Zedong pada tanggal 9 September 1976 membuat Deng Xiaoping secara bertahap muncul sebagai pemimpin pengganti. Kekuasaan tersebut menjadi tonggak awal perubahan ekonomi Tiongkok yang diprakarsai Deng Xiaoping
Dalam pemerintahannya Deng Xiaoping menerapkan kebijakan yang disebut sebagai “Four Modernization”. Kebijakan ini merupakan modernisasi dalam empat bidang di antaranya, bidang agrikultur, industri, IPTEK, dan militer. Deng Xiaoping juga berpendapat bahwa tujuan utama Partai Komunis adalah membuat Tiongkok makmur.
Dalam “Four Modernization” ini Tiongkok kembali melihatkan keseriusannya mengelola sektor industri. Sektor ini dianggap penting sebagai sebuah pembaruan dan juga ditujukan untuk menyerap tenaga kerja Tiongkok yang cukup banyak. Bentuk modernisasi ini meliputi instalasi pemerintahan tidak diperkenankan mengelola kegiatan bisnis, pengaturan harga produksi disesuaikan dengan mekanisme pasar, prioritas tinggi pada usaha kecil menengah.
Modernisasi di bidang industri ini dilakukan dengan mengandalkan mekanisme pasar yang selaras dengan alat yang digunakan untuk merangsang produksi dan meningkatkan efisiensi yaitu negara. Selain itu juga dilakukannya percobaan-percobaan baru yang lebih efisien dalam pengaturan industri yang diharapkan akan meningkatkan produktivitas. (Agung, 2012: 71)
Pada 1984, modernisasi industri dilanjutkan secara lebih lanjut. Ini ditetapkan dalam Sidang Pleno Komite Sentral PKT ke XII pada tanggal 20 Oktober 1984 yang menyatakan mengenai perombakan struktur ekonomi perkotaan, khususnya yang berhubungan dengan kehidupan sektor ekonomi modern. Dinyatakan pembaharuan harus dilaksanakan karena struktur ekonomi lama tidak membedakan antara fungsi pemerintah dengan fungsi dunia usaha. Perbaikan gaji dalam badan pemerintahan dilakukan pada 1985. Pejabat pemerintahan tidak diperkenankan mengelola dan menjalankan kegiatan bisnis. Mereka diperankan sebagai penjelas arah perekonomian nasional. Pengaturan harga produksi ditentukan oleh negaranegara yang didistribusikan kepada perusahaan-perusahaan yang disesuaikan dengan mekanisme pasar. Di samping itu, pemerintah Tiongkok juga memberikan prioritas tinggi kepada usaha-usaha kecil dan menengah yang pada kebanyakan bergerak di industri-industri seperti kebutuhan rumah tangga. (Agung, 2012: 74)
Pemerintah RRT saat itu sadar mengenai pentingnya keterbukaan di dunia internasional dalam rangka mendukung modernisasi khususnya pada bidang industri. Maka dari itu, diterapkannya kebijakan Open Door atau Kaifang yang artinya Kebijakan Pintu Terbuka. Ini mendorong masuknya investasi-investasi asing ke Tiongkok. Ini ditandai dengan dibukanya kawasan khusus SEZs yang merupakan empat kota terdiri dari Shenzen, Shuhai, Shantou, dan Xiamen. Kawasan SEZs digunakan untuk menarik investor asing dan kawasan ini digunakan sebagai lokasi pabrik dan kegiatan enterpreneurship lainnya.
Politik yang terbuka dari Deng Xiaoping saat itu memberi dampak hingga sekarang. Tiongkok semenjak saat itu mendapat banyak investasi dan perusahaan-perusahaan asing pun banyak yang mendirikan pabriknya di kawasan SEZs. Bahkan perusahaan-perusahaan asing tersebut kebanyakan merupakan perusahaan besar dan memiliki pasar yang besar juga. Selain itu dampak yang terjadi mendorong proses modernisasi yang di antaranya, memajukan IPTEK, masuknya teknologi Barat, dan teknik produksi yang lebih efisien.
Hasil dari modernisasi industri Tiongkok ini sangat mengesankan. Antara 1978 dan 1990, pangsa barang-barang konsumen yang harganya ditentukan oleh pasar naik dari nol menjadi 70 persen; hasil industri secara keseluruhan naik enam kali lipat; pangsa produksi industri BUMN turun dari 78 persen menjadi 54 persen; dan ekspor tahunan meningkat drastis, dari sekitar US$10 miliar menjadi US$62 miliar. Dalam dekade pertama reformasi (1979–1988), ekonomi tumbuh pada tingkat tahunan rata-rata 10 persen per tahun, hampir sama dengan Jepang selama periode "keajaiban" industri lepas landas pada 1950-an. (Kroeber, 2016: 48)
Industri Tiongkok pada Masa Pemerintahan Hu Jintao
Industri Tiongkok pada Masa Pemerintahan Xi Jinping
Kesimpulan
Referensi:
Agung, Leo. (2012). Sejarah Asia Timur 2. Yogyakarta: Ombak.
Amadeo, Kimberly.
(2020). China's Economy and Its Effect on
the U.S. Economy. China Economy: Facts, Effect on U.S. Economy
(thebalance.com).
Diakses pada 10 Desember 2020.
Economy, E. C. (2018).
China's new revolution: The reign of Xi Jinping. Foreign Aff., 97, 60.
Kroeber, A. R. (2016). China's Economy: What Everyone Needs to Know. Oxford University
Press.
Lam, W. W. L. (2015). Chinese
politics in the era of Xi Jinping: Renaissance, reform, or retrogression?.
Routledge.
Ropp, P. S. (2010). China in World History. Oxford
University Press.
Suwardana, H. (2018). Revolusi Industri 4.
0 Berbasis Revolusi Mental. JATI UNIK:
Jurnal Ilmiah Teknik Dan Manajemen Industri, 1(2), 109-118.
West, Darell M. dan
Lansang, Christian. (2018). Global
Manufacturing Scorecard: How the US Compares to 18 Other Nations. Global manufacturing scorecard: How the US compares to 18 other nations
(brookings.edu).
Diakses pada 13 Desember
2020.
World Integrated
Trade Solution. (2019). China Exports, Imports, and Trade Balance by Country-2018. China trade balance, exports, imports by country and region 2018 | WITS Data (worldbank.org). Diakses pada 10 Desember 2020.
Posting Komentar untuk "Perjalanan Tiongkok Menjadi Negara dengan Pendapatan Industri Terbesar di Dunia"